Sekitar tahun 1960-1970 an, Malaysia banyak sekali mengimpor guru-guru dari Indonesia. Mereka menganggap mutu pendidikannya jauh dibawah Indonesia sehingga perlu belajar banyak dari kita.
Salah seorang guru saya pernah berangkat mengajar para encik-encik Malaysia itu. Namanya Suryadi, sekarang almarhum Suryadi. Kami biasa memanggilnya Pak Sur. Ceritanya, saat disana dia ditanya mengenai besar gajinya oleh salah seorang guru Malaysia bimbingannya itu.
Saat itu Pak Sur tahu bahwa para guru Malaysia digaji jauh lebih besar dari gajinya. Agar tak malu, Pak Sur menjawab dengan melebihkan gajinya yang saat itu hanya Rp 10 ribu*. “Gaji saya seratus ribu perbulan*,” bualnya bangga.
Tanggapan para rekan sekaligus muridnya itu ternyata membuatnya terkejut. Mereka menatap Pak Sur iba. “Aduh, sedikit sekali gaji Anda pak, kami disini dibayar beberapa kali lipat lebih banyak,” ujar kawan-kawannya itu. Dan Pak Sur hanya bisa senyum-senyum sepet.
Cerita ini beliau ceritakan di depan kelas, suatu hari di tahun 1996. Waktu itu saya baru kelas satu SMP. Tahun itu juga tahun terakhir Pak Sur mengajar sebelum pensiun. Sampai pensiun, gajinya belum juga naik sebesar gaji para guru Malaysia itu.
Untuk menambah pemasukan, dia berjualan warung kejujuran di sepanjang sekolah. Dia percaya pada kami. Warung itu meja beroda yang bisa dipindahkan kesana kemari, siapapun yang akan membeli tinggal mengambil barang dan meletakkan uang. Serupa warung kejujuran yang sekarang ada di KPK atau Kejati.
Kembali soal gaji guru. Sampai sekarangpun, tahun 2008, masih banyak guru-guru serupa Bu Mus di Laskar Pelangi yang harus menghidupi diri dengan pengusahaan lain. Namun mereka tetap menjadi guru, agar kamu bisa merentangkan tangan, dan meraih dunia.
Selamat Hari Guru, para guru Indonesia!
Selamat Hari Guru, papaku tercinta!
*nilai tepatnya saya lupa, tapi kira-kira 10 kali lipat.
sekarang mungkin guru lebih baik. karena sebagian telah mendapat penghasilan yang mencukupi.
dan semoga kehidupan mrk lbh baik saat ini
hore…. nambah lagi yg nulis tema ini….
aku selalu ngefans sama satu guru sd ku yang namanya bu murtini :D. berkat tangan dinginnyalah aku berhasil masuk rangking dikelas (sebelomnya, boro-boro rangking. nilai 8 aja alhamdulillah. hahaha)
inspiratif, paduan idealisme dan kesederhanaan.Indonesia masih memegang prinsip ekonomi rupanya. Bila dengan gaji kecil bisa lebih baik dari Malaysia, mengapa digaji tinggi? :d
Saya dari Malaysia,
saya juga pernah menuntut dengan guru atau dosen daripada Indonesia.
Boleh saya tahu juga kenapa gajinya tidak seperti di Malaysia?
D Indonesia, guru bukan hanya pahlawan tanpa tanda jasa, tapi juga kekurangan tanda terima (kwitansi duit).. hehehehe, nice to know a person like you became a part of Blogor…
visit my blog at lebahcerdas.blogdetik.com
With warmth to share
Hari guru mengingatkan saya akan hari2 dua bulan belakangan ini..
i promise someday, i’ll be back to that world and become their part again 🙂
salam kenal Cya / Fame 🙂
he eh, eh i cita-citanya jadi dosen lho 🙂
Bapak Ibu saya guru semua lho! Emang bener, gaji guru kita belum bisa diandalken sepenuhnya. Saya tahu persis betapa Bapak sama Ibu saya musti banting tulang nyari-nyari tambahan penghasilan biar bisa nyekolahin & nguliahin kakak dan adik saya
jadi inget guru2 ku sd..*lho*
Ibuku yo guru lho, sekolahane neng tengah sawah malahane ^_^
Benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa.
meskipun begitu, mereka sangat antusias dengan pekerjaannya. mereka sangat profesional.
aku pernah ketemu guru yang digaji sangat-sangat rendah (saya tidak mau sebut), tetapi dia tetap antusias mengajar murid-muridnya. saya terharu dibuatnya. ini saya temui saat KKN.
nb : KKN = kuliah kerja nyata.
Thanks,anong .
Semoga selalu dalam lindungannya.Amien.Papa love u
Ya beliau (alm. Pak Sur) memang inspiratif, slengekan dan tak habis untuk dikenang. Beliau selalu menceritakan masa-masa perjuangan melawan Jepang. Pak Sur juga pandai bikin obat, dan slalu promosi di kelas 🙂
terima kasih postingannya ya..
salam kenal…
kunjungi juga blog saya fakultas teknik unand