Malam ini saya berjalan dalam hujan di sepanjang pecinan, Magelang. Sekilas trotoar baru ini nampak bagus, lebar 4 meter, rata dan cantik.
Sejatinya trotoar ini dibangun dengan menggusur jalur lambat tempat lewat becak dan sepeda. Awalnya sepeda dan becak bisa melaju tenang di jalur selebar 2 meter, dan pejalan kaki di trotoar dua meter.
Setelah seluruhnya jadi trotoar, becak tersingkir. Padahal jalan ini adalah pusat ekonomi paling ramai yang menghubungkan dua tempat terpenting kota: pasar dan alun-alun. Seharusnya becak dan pejalankaki bisa mendapat tempatnya masing-masing. Padahal kondisi itu bisa, tanpa harus saling menyingkirkan.
Entah kenapa becak selalu dibikin terlunta-lunta. Saya jadi ingat, waktu TK dulu, saya langganan becak untuk mengantar jemput ke sekolah. Tukang becaknya bernama Pak Yayir.
Waktu itu polisi gencar sekali menilang becak. Mereka hanya boleh lewat jalan tertentu yang kadang nggak masuk akal. Jalan memutar, justru cuma boleh lewat jalan mendaki.
Suatu hari, Pak Yayir muncul di depan sekolah saya dengan sebuah.. sepeda. Saya lalu didudukkan di boncengan yang keras, kaki saya menggantung di udara.
Saya masih ingat rasa takut ketika pak Yayir mulai mengayuh sepeda tuanya, sementara saya tak tahu harus berpegangan pada apa. Sampai rumah saya menangis keras-keras, marah pada pak Yayir karena tak menjemput dengan becak yang biasa.
Padahal ternyata pak Yayir baru kena razia, becaknya disita. Dia tetap muncul menjemput saya meski dengan sepeda, meski becaknya entah ditebus dengan apa.
Tahun baru demi tahun baru hingga 23 tahun kemudian, nasib becak dan pengayuhnya tak bertambah baik. Pak Yayir masih menjadi tukang becak. Bedanya, dia kini menderita rabun senja dan hanya bisa bekerja siang hari saja.
Jadi teringat setengah tahun yang lalu, naik becak dari Plengkung Gading sampai Beringharjo. Begitu mendekati Pasar Beringharjo, tukang becaknya yang sudah cukup tua minta ijin berhenti lalu duduk terengah-engah 😐
Tak sampai hati melanjutkan, aku minta sampai di situ saja dan lalu membayar tanpa meminta kembalian.
Esoknya, aku mencari lagi tukang becak itu di Plengkung Gading sambil membawa oleh-oleh, tapi ternyata tidak menemukannya. Sampai sekarang belum sempat mencari lagi, dan barang yang akan aku berikan masih tersimpan di lemari.