“Kita urusan dulu ya mbak,” kata supir taksi Blue Bird itu dengan tenang sambil mengerem mobil. Dia lalu membuka pintu mobil, menutupnya, berjalan ke arah mobil pick up di sebelahnya lalu berteriak “TANGGUNG JAWAB LO!!” Dia marah karena mobil pickup itu menyerempet taksinya sampai baret cukup parah.
Supir pickup yang diteriakinya justru menginjak gas dalam-dalam sehingga dalam sekejap mobilnya sudah jauh meninggalkan taksi yang kutumpangi itu. Supir Blue Bird itu berteriak keras “WOY JANGAN LARI!!” masuk ke taksi, membanting pintunya sampai menutup, menoleh ke belakang dan berkata “kita kejar dulu ya mbak” dengan nada biasa, lalu memacu taksinya bagai kesetanan. Kejadian ini berlangsung dalam beberapa detik sehingga yang bisa kulakukan hanya berpegangan.
Taksi yang marah itu lalu ngebut di sepanjang Jalan Dr Satrio, seperti adegan pengejaran di televisi. Gas. Rem mendadak. Gas lagi. Pindah ke lajur kiri. Rem. Belok tiba-tiba sambil gas kencang. Terkejar! Kami sudah sejajar dengan mobil pick up pengangkut galon itu. Taksi mendahului dari kiri sambil masuk ke kanan dengan tiba-tiba, sehingga mobil pickup terpepet, tak bisa kemana-mana.
Pak taksi turun, memukul-mukul kaca depan mobil pickup sambil berteriak histeris. TURUN LO!! TANGGUNG JAWAB!!
Pak pickup berwajah sangar, keluar dari mobilnya dan nyolot APA LO! dengan posisi siap kelahi.
Pak taksi lari ke mobilnya, mengambil semacam linggis, mengacung-acungkan ke pak pickup. Seremnya! Aku masih di dalam taksi menyaksikan semua itu dan berpikir terus mesti ngapain ini kalau jadi tragis berdarah-darah?
Untungnya pak pickup kemudian keder melihat linggis dan mengajak damai. Merekapun sepakat pergi ke kantor polisi dan aku turunlah di situ mencari taksi lain (yang baru ada 90 menit kemudian, sial).
Hal yang paling absurd mengenai peristiwa ini adalah, dia terjadi saat saya dalam perjalanan pulang dari sebuah diskusi tentang pembangunan 6 ruas jalan tol. Pemerintah akan membangun enam ruas jalan tol melayang di segenap penjuru Jakarta. Kami tak ingin jalan itu dibangun karena akan menambah kemacetan, polusi, dan berdampak sosial buruk.
“Tata kota yang keliru bisa memicu kekerasan,” kata Usman Hamid. Hanya butuh waktu dua jam untuk membuktikannya. Lihat saja, kedua pengemudi ini benar-benar penuh kemarahan. Tempat kejadian perkara di bawah proyek jalan layang non tol. Serendipity.